Senin, 12 Mei 2008

Rancakalong Pusat Kebudayaan Tradisional

Rancakalong adalah sebuah daerah yang berada di kawasan Kabupaten Sumedang. Kondisi jalannya berkelok-kelok dan dipenuhi pepohonan. Rancakalong memiliki pemandangan yang sangat menakjubkan, hamparan sawah luas membentang, udaranya bersih dan sejuk serta nuansa pedesaan masih terasa sampai sekarang. Siapapun orangnya yang berkunjung ke daerah Rancakalong pasti merasakan sesuatu yang benar-benar berbeda dari hiruk-pikuk suasana kota.
Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani sehingga Rancakalong kaya akan sumber daya pangan. Hasil pertaniannya diolah sedemikian rupa dan menghasilkan makanan khas yang menjadi ciri kekreativitasan masyarakat Rancakalong, yakni ubi bakar, sale (pisang yang dijemur kemudian digoreng), wedang sampeu (singkong yang direbus dengan air "lahang"), dan lain-lain.
Terlepas dari itu, Rancakalong masih memangku adat tradisi turun-temurun. Pelaksanaan tradisi tersebut dilaksanakan dengan penyelenggaraan upacara adat tahunan, yakni Upacara Adat Ngalaksa, Sumedang Larang, Rebo Wekasan, dan upacara adat lainnya. Upacara adat tersebut tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan ritual dan kesenian-kesenian khas Rancakalong, seperti Tarawangsa, Beluk, Terebang, Reog, dan Koromongan.
Upacara Adat Ngalaksa adalah upacara adat rutin yang dilaksanakan setiap tahun dengan serangkaian keguatan ritual menghormati leluhur masyarakat Rancakalong. Kesenian Tarawangsa menjadi kesenian yang utama dan digelar secara khusus disebuah bangunan "Desa Wisata", sebuah bangunan yang diciptakan secara khusus untuk melaksanakan kegiatan ritual Upacara Adat Ngalaksa terutama pergelaran Tarawangsanya.
Kesenian Tarawangsa adalah kesenian yang tumbuh dan berkembang di Rancakalong. Dan pesonanya sudah sampai ke mancanegara.
Sejarah Tarawangsa
Pada zaman dahulu Kerajaan Sumedang khususnya Rancakalong mengalami kesulitan pangan sedangkan benih padi yang dibutuhkan hanya ada di Kerajaan Mataram. Untuk itu, para ponggawa membawa benih padi ke Kerajaan Mataram. Tetapi di perjalanan mereka merasa tidak aman sehingga mereka memutuskan untuk memasukkan benih padi ke dalam kayu yang sudah dilubangi dan diberi tali. Disepanjang perjalanannya, para ponggawa memetik tali tersebut dengan harapan orang-orang menganggap mereka sebagai pengamen. Dan Akhirnya benih padi sampai ke Rancakalong dan cara mereka membawa padi dijadikan suatu kesenian untuk menghormati Dewi Padi yang biasa dilaksanakan pada Upacara Adat Ngalaksa dan sehabis panen padi.
Sebelum menggelar ritual Tarawangsa, para sesepuh harus menyediakan sesajen sebagai persembahan kepada Dewi Sri. Adapun jenis sesajennya adalah:
1. Bubur merah dan bubur putih yang melambangkan bendera merah putih.
2. Dupi, sejenis lontong yang berbentuk segitiga yang artinya kemaluan perempuan.
3. Kupat, sejenis lontong yang berbentuk persegi yang menandakan kemaluan laki-laki.
4. Bakakak, ayam bakar yang menandakan perempuan harus pasrah kepada suaminya.
5. Hanjuang, bermacam-macam bunga, dan sirih di dalam wadah berisi air yang merupakan lambang kesuburan.
6. Puncak manik, nasi tumpeng yang di atasnya terdapat telur yang artinya kita harus bulat dalam beritikad.
7. Dua ikat padi yang masing-masing ditempeli gambar wajah laki-laki dan perempuan yang artinya kita akan kaya apabila suami istri bekerja sama.
8. Kemenyan.
Setiap pergelaran musik tarawangsa selalu diiringi oleh penari yang membawa benih padi dan dipimpin oleh seorang saehu. Dengan adanya adat tradisi tersebut jelas bahwa Rancakalong adalah pusat kesenian tradisional yang merupakan kekayaan bedaya Indonesia.

1 komentar:

Iswara mengatakan...

Saya sudah mengunjungi Anda. Secara sepintas, tulisan Anda bagus.